WartaPenaNews, Jakarta – Koordinator Jaksa Watch Indonesia (JWI) Haris Budiman meminta Jaksa Agung RI Sanitiar (ST) Burhanuddin memecat Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kajati DKI) Warih Sadono menyusul tertangkapnya dua oknum jaksa Kejati DKI Jakarta lantaran diduga melakukan pemerasan sebesar Rp 1 miliar kepada korbannya.
Sebelum menjabat Kajati DKI, Warih Sadono pernah menjadi Deputi Bidang Penindakan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Haris Budiman mengatakan, tidak ada jaminan bagi seseorang yang pernah bertugas di KPK akan juga bertindak anti korup ketika memimpin di luar KPK.
Padahal, menurut Haris Budiman, di kejaksaan ada tugas dan fungsi Pengawasan Melekat (Waskat). Seharusnya, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kajati DKI) Warih Sadono juga efektif melakukan waskat itu.
Faktanya, sejak Warih Sadono menjadi Kajati DKI Jakarta, paling tidak telah dua kali terjadi penangkapan terhadap jaksanya, karena dugaan suap dan pemerasan.
Sebelumnya, pada Jumat 28 Juni 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada dua jaksa dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa tersebut berinisial YSP dan Y.
Keduanya kena OTT KPK lantaran suap. Selain kedua jaksa itu, saat itu KPK juga mengamankan dua pengacara dan satu pihak berperkara.
Sebagai jebolan KPK, ditegaskan Haris Budiman, seharusnya Warih Sadono menunjukkan sikap dan tegas membersihkan institusinya, termasuk menindak tegas anak buahnya yang korup di internal.
“Sebaiknya segera ditindaktegas, dipecat sajalah. Ternyata sekelas jebolan KPK yang memimpin Kejaksan Tinggi pun tak bisa menindak perilaku jaksanya agar tidak korup. Rupanya tidak menjadi jaminan ya, pernah di KPK lantas bisa membersihkan Kejaksaan,†ungkapnya Haris Budiman, di Jakarta, Rabu (04/12/2019).
Hari Budiman mengungkapkan, perilaku korup dan penyelewengan hukum banyak dilakukan oknum-oknum aparatur hukum itu sendiri. Seperti di kejaksaan, sering ditemui jaksanya yang berwatak korup.
“Seperti terungkapnya dua orang oknum jaksa yang memeras saksi pelapor di Kejaksaan Tinggi DKI, itu bukan hal baru. Selama ini praktik seperti itu sering mereka lakukan. Sangat aneh, masa warga melaporkan persoalan hukum, namun pelapor pula yang dimintai uang dan diperas? Itu sangat nista,†beber Haris.
Jebolan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini menegaskan, pembersihan internal kejaksaan adalah salah satu indikator penting penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia.
Untunglah saat ini, lanjutnya, Jaksa Agung dijabat Sanitiar Burhanuddin. Haris menilai, ST Burhanuddin menciptakan harapan baru pada penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
Sehingga, penderitaan para pencari keadilan, yang mayoritas adalah masyarakat menengah bawah, masih memiliki harapan mendapatkan penegakan hukum dan keadilan ke depan.
“Semoga Jaksa Agung ST Burhanuddin mampu dan terus berani, jangan ciut nyali untuk membersihkan institusinya dari kotoran-kotoran yang merusak penegakan hukum. Memang tidak mudah, pasti ada saja perlawanan dan upaya nyerang balik. Tapi yakinlah, untuk yang seperti itu Tuhan dan rakyat akan mendukungnya,†pungkas Haris Budiman. (rob)