WartaPenaNews, Jakarta – Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Djudju Purwantoro menilai penangkapan dan penahanan terhadap HRS tidak sah menurut hukum. Dia beralasan surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan yang didasari dua surat perintah penyidikan disusun dengan nomor, tanggal, dan bulan berbeda.
“Padahal tersangkanya sama, yaitu Habib Rizieq Shihab. Peristiwa hukum yang sama (locus delictie) dan tempus delictienya sama, yaitu berkerumun di daerah Petamburan, Jakarta Pusat, dalam acara Maulid Rasul Muhammad, SAW,†kata Djudju dalam keterangannya, Jumat (12/3/2021).
Adapun surat perintah penyidikan yang berbeda nomor tersebut adalah Surat Perintah Penyidikan No: SP.Sidik/4604/XI/2020 Ditreskrimum, tanggal 26 November 2020 dan
Surat Perintah Penyidikan No: SP.Sidik/4735/XII/ 2020 Ditreskrimum, tanggal 9 Desember 2020, atas nama HRS.
“Dua surat perintah penyidikan tersebut digunakan sebagai dasar dari termohon untuk menerbitkan surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan atas diri HRS, dalam kasus yang sama. Oleh karenanya mengakibatkan (kausalitas) kedua surat perintah tersebut cacat hukum administrasi dan tidak sah menurut hukum, dan sudah sepatutnya dibatalkan,†jelas Djudju.
Hal tersebut juga selaras dengan pendapat saksi ahli DR. Abdul Chair Ramadhan, SH,MH. yang dinyatakan dalam persidangan prapidana. Ahli menyatakan perkara khusus (lex specialis) tidak dapat digabungkan sangkaannya dengan tindak pidana umum (lex generalis).
“Ahli berpendapat bahwa apabila ada suatu peristiwa hukum diatur dalam suatu peraturan pidana umum, dan juga diatur dalam peraturan pidana khusus, maka pidana yang khusus itulah yang semestinya diterapkan, sebagimana Pasal 63 Ayat (2) KUHP,†sambung Djudju.
“Walaupun ancaman hukumannya berbeda-beda, namun yang diterapkan tetap pidana khususnya,â€.
Menurut Djudju, hal itu diperkuat oleh Yurisprudensi Putusan Nomor: 1/ Pid.Pra/2019/PN. PNG (Ponorogo) tanggal, 25 Maret 2019. Dalam amar putusannya menyatakan bahwa surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan yang di terbitkan berdasarkan dua surat perintah penyidikan adalah cacat hukum dan tidak sah menurut hukum.
“Delik pidana (larangan berkerumunan) diatur klausulnya dalam pidana khusus, yaitu UU Kekarantinaan Kesehatan. Faktanya termohon (Polri) menyalahi hukum, dengan menahan pemohon (Habib Rizieq) menggunakan sangkaan pidana umum Pasal 160 KUHP,†terang Djudju.
“Ahli juga berpendapat adalah cacat hukum, termohon menerbitkan surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan sebelum dilakukannya pemeriksaan (BAP) terhadap HRS,†tutupnya.
Seperti diketahui, Habib Rizieq mengajukan praperadilan untuk kedua kalinya. Sebelumnya, Habib Rizieq juga sempat mengajukan praperadilan tapi ditolak oleh hakim.
Kali ini Habib Rizieq mengajukan permohonan praperadilan atas penahanan dan penangkapannya dalam kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Praperadilan ini didaftarkan pada nomor 11/Pid.Pra/2021/PN.Jkt.Sel. Pihak termohon adalah Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya. (rob)