WartaPenaNews, Jakarta – Pengacara First Travel Boris Tampubolon mempersilahkan para korban First Travel menggugat pihaknya. Secara hukum, dia tak mempersoalkan rencana gugatan tersebut.
“Silahkan saja, karena menurut saya gugatan ini sah-sah saja,†kata Boris di Jakarta, Senin (25/2/2019).
Dia justru menyesalkan putusan MA yang menyita seluruh aset milik kliennya lantaran aset-aset itu bukan diperoleh dari hasil korupsi uang negara. “Kok putusan malah menyatakan dirampas oleh negara. Padahal aset-aset itu bukan diperoleh dari uang negara. Apalagi dianggap merugikan keuangan negara,†terang Boris.
Menurut pertimbangannya, aset-aset itu diperoleh dari kepiawaian bisnis yang dilakukan oleh Andhika semasa menjabat sebagai presiden direktur First Travel. Selama menjabat posisi tersebut, sambung Boris, Andhika memiliki strategi tersendiri untuk memberangkatkan jamaah umrah hanya dengan membayar ongkos senilai Rp17 juta.
Ia juga menilai bahwa perkara yang melilit kliennya itu bukan perbuatan pidana melainkan tindakan perdata. Dalam pandangannya, perampasan aset oleh negara justru berdampak kerugian terhadap para jamaah. Akibatnya, mereka tak bisa berangkat ke tanah suci lantaran seluruh aset-aset yang dimiliki oleh Andhika sudah disita.
“Kita ingin semua jamaah bisa berangkat ke tanah suci dan ini juga jadi keinginan Andhika memberangkatkan mereka ke sana. Tapi karena putusan MA klien kami jadi kesulitan memenuhi apa yang menjadi tuntutan keinginan mereka,†sambung Boris.
Sebelumnya diberitakan para korban calon jamaah umrah First Travel (FT) berencana akan menggugat secara perdata bos FT Andika Surachman ke Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Gugatan ini menyusul putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi terdakwa pada perkara ini.
Selain pihak First Travel, gugatan ini juga ditujukan kepada pihak kejaksaan selaku pihak eksekutor terhadap aset-aset milik agen perjalanan haji dan umrah tersebut.
Kuasa Hukum korban First Travel Riesqi Rahmadiansyah menerangkan pada salah satu dalil gugatannya, korban meminta agar kejaksaan menunda eksekusi hingga perkara ini selesai disidangkan atau berkekuatan hukum tetap. (rob)